Selasa, 06 Mei 2014

Kristalisasi

Kristalisasi

kristal merupakan suatu senyawa berwujud padat yang memiliki struktur yang teratur, berbeda dengan zat padat amorf yang memiliki struktur yang tidak beraturan.
Kristalisasi merupakan salah satu cara untuk memisahkan zat padat dari komponen-komponen lain penyusun campuran. Kristalisasi ada dua macam, yaitu kristalisasi penguapan dan kristalisasi pendinginan. 


Gambar alat kristalisasi
Kristalisasi penguapan dilakukan jika zat yang akan dipisahkan tahan terhadap panas dan titik bekunya lebih tinggi daripada titik didih pelarut. Selain dengan cara distilasi, garam juga bisa dipisahkan dari air dengan cara menguapkan airnya sampai habis sehingga yang tertinggal sebagai residu hanyalah garamnya. Kristalisasi penguapan dilakukan oleh para petani garam. Pada saat air pasang, tambak-tambak garam akan terisi air laut. Pada saat air surut maka air laut yang sudah mengisi tambak garam akan tetap berada di tempat itu. Adanya pengaruh sinar matahari mengakibatkan komponen air dari air laut dalam tambak akan menguap dan komponen garamnya akan tetap dalam larutan. Jika penguapan ini terus berlangsung, lama-kelamaan garam tersebut akan membentuk kristal-kristal garam tanpa harus menunggu sampai airnya habis. 
Kristalisasi pendinginan dilakukan dengan cara mendinginkan larutan. Pada saat suhu larutan turun, komponen zat yang memiliki titik beku lebih tinggi akan membeku terlebih dahulu, sementara zat lain masih larut sehingga keduanya dapat dipisahkan dengan cara penyaringan. Zat lain akan turun bersama pelarut sebagai filtrat, sedangkan zat padat tetap tinggal di atas saringan sebagai residu.

Selasa, 25 Maret 2014

Kampungku

KAMPUNGKU
Hampir setahun saya hidup di Makassar ini layaknya orang kota. Yah, walaupun saya ini hanyalah anak kampong. Tapi siapa juga yang mau dibilang sebagai orang kota, aku lebih suka tinggal di kampong kesayanganku itu. Tapi yang lebih parahnya lagi temanku bilang kalau aku ini orang jawa, lebih-lebih dosen. Mungkin karena logatku yang tidak sama dengan mereka, karena aku lebih suka menjunjung tinggi kebudayaanku sendiri daripada harus ikut-ikutaan berlogat Makassar.
Aku ini hanyalah anak kampong yang merantau dari Bima, yang rela mengarungi laut, melewati pulau-pulau, gunung-gunung, meninggalkan kampungku tercinta, dan orang-orang yang kusayangi hanya untuk melanjutkan studyku. Ya biasalah zaman sekarang susah sekali mendapatkan pekerjaan, seperti terinspirasi dari lirik lagunya Iwan Fals (Sarjana Muda).
Kembali saya ingat akan kampungku tercinta.  Tempat aku dilahirkan, tempat aku mendapat kasih sayang dari orang-orang yang aku sayangi, tempat aku berbagi bersama teman-teman, tapi semuanya telah hilang nyaris tak kudapatkan lagi. Semuanya telah pergi meninggalkan aku. Terhalangi oleh jarak yang sangat jauh. Seakan diri ini telah berbuat kesalahan besar yang tidak termaafkan. Ingin rasanya aku berteriak melampiaskan semuanya, namun lidahku kelu dan kaku terbebani semua itu.
Oh.. semuanya,, aku kangen sama kalian. Rasanya ingin pilang kampong sekarang. Agar kerindiuanku ini hilang, sirna dan tidak bersarang lagi menyelimuti jiwa ini. Namun semuanya itu harus aku pendam, karena untuk sekarang kumasih menjalani masa-masa kuliahku. Dan hanya lewat mimpilah aku bisa melihat wajah kalian.
Ayah… aku rindu akan sosokmu yang tegar dan semangat. Aku rindu pergi ke sawah menuai padi milik kita. Meski terkadang diri ini dimaki-maki, dimarah-marahi, tapi ku tau itu semua merupakan yang terbaik bagiku. Dan aku rindu akan semua itu.
Ibu… kasih sayangmu begitu besar padaku, tak mungkin bisa aku balas. Aku rindu akan kasih sayangmu dan pelukanmu saat diri ini sakit dan lemah tak berdaya. Kasih sayang yang begitu besar rela engkau curahkan pada anakmu yang sering menjengkelkan dan membuat hatimu marah. Kini anakmu telah beranjak dewasa, sudah bisa menjaga dirinya sendiri. Dan kini kuharapkan kepada ibu untuk bisa menjaga dirimu, selalu  tegar dan semangat.
Kakakku… aku rindu akan dukungan-dukungan dan nasehatmu. Semoga aku bisa menjadi yang terbaik seperti yang diharapkan. Aku juga rindu waktu bikin jajan bunga, apalagi memakannya. Aku rindu akan semuanya.
Adek-adekku… waktu diri ini lemah, lelah dan bosan akan semuanya. Kalian datang membawakan keceriaan. Bercanda bersama, tertawa bersama. Dan harapanku jadilah anak yang patut pada orang tua, dan buatlah orang menjadi senang, agar banyak yang menyayangi kalian. Petualang

Minggu, 29 Januari 2012

Sebuah Catatan Kecil Pencerahan Qalbu di Padang Lampe


Selesai Berdzikir
IN MEMORIAM AT PADANG LAMPE
Padang Lampe,,,, sebuah desa terpencil, yang jauh dari keramaian, jauh dari pemukiman warga, diapit bukit-bukit berbaris. Suasana yang begitu tentram, tenang, dengan hawa yang sejuk dan udara yang segar, mengingatkan aku akan kampung di Bima. Betapa tidak, satu tahun lebih merantau di tanah orang belum pernah pulang-pulang. Aku rindu orang tuaku, aku rindu adik-kakakku, aku rindu teman-temanku, aku rindu kampungku, aku rindu suasana yang tenang seperti ini. Dan Insya Allah sebentar lagi aku akan pulang kampung.
Padang Lampe,,,, suasana yang begitu tenang, berbeda sekali sekali dengan kota Makassar yang setiap hari penuh dengan suara bising kendaraann bermotor, udara yang penuh dengan polusi. Tapi Alhamdulillah dengan pergi ke Padang Lampe saya merasa seperti sudah pulang kampung.
Padang Lampe,,,, di tempat inilah hatiku dicerahkan, karakterku dibina. Dan di sinilah aku memperbaharui ilmu agama terutama tentang Islam yang masih minim. Setelah kurang lebih satu bulan di Padang Lampe, Alhamdulillah saya merasakan perubahan yang besar dalam diriku. Saya sudah bisa menjadi orang yang baik, sabar, ikhlas, penolong, pema’af dan sebagainya. Meskipun ada yang menilai bahwa aku sering memukul orang tapi itu merupakan tanda sayang dan tanda ikatan persahabatan yang erat. Dan aku juga tidak mau menjadi hidup tertindas tampa perlawanan.
Siang itu, minggu 22 Mei 2011, rombongan peserta pencerahan kalbu Fakultas Tekhnik Industri, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Farmasi dan Fakultas Sastra siap berangkat ke Padang Lampe. Sebelum berangkat, Fakultas Farmasi khususnya kelas L1 berfoto-foto dulu di pelataran Mesjid Umar Bin Khatab. Dan akhirnya kita pergi ke Padang Lampe naik pete-pete kodong yang seharusnya naik bus besar, gara-gara main foto-foto. Tapi gak apalah, segala sesuatu akan menjadi asyik jika dibarengi dengan sikap ikhlas. Kitapun naik pete-pete. Dalam pete-pete itu ada saya sendiri, Ichal, Ralang, Basri, Toto, Muharjo, Fahmi, Firman juga kayaknya sedang asyik bercerita untuk menghilangkan suasana jenuh dan bosan. Saya dan Ralang duduk di depan samping sopir sambil mewawancarai sopir pete-pete tersebut. Sedangkan Ichal duduk di samping pintu menjadi kenek. Yang lainnya lagi asyik bercerita, terutama Muharjo banyak sekali ceritanya. Anehnya,,, supirnya tidak tau lokasi Padang Lampe, astaga,,,,,! Beruntung supirnya tidak terlalu tua, bisa dibilang seumuran dengan kitalah, jadi asyik diajak ngobrol. Dan setelah ditanya-tanya, ternyata supir itu orang Bone.
Pete-pete melaju dengan kencangnya dan jauh meninggalkan kampus II UMI. Suasana sudah mulai membosankan. Teman-teman selalu menganggap saya itu kampungan, karena UNHAS saja tidak tau dan lampu merah saja tidak tau. Saya pun sekali-kali membantah, masa dibilang di Bima tidak ada lampu merah, kaya’ apa saja ree??
Wahhh,,, perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan. Sekali-kali kami berhenti di sebuah toko untuk membeli air minum karena haus sekali. Si Basri banyak sekali maunya “singgah dulu di sini mau ku beli sandal, singgah dulu di ATM mau ku ambil uang, singgah dulu di rumahku mau ku ambil sarung, singgah dulu di Maros mau ku beli roti maros”, eidehh kaya’ apa saja ree,,?
Sudah satu jam lebih perjalanan kami pun tertidur......
Oh iya, ada satu kejadian ketika Basri turun mau beli sandal. Karena lama sekali menunggu saya suruh supirnya untuk jalan. Supirnya lagi pura-pura tidak tau. Teman-teman yang lain langsung bilang bahwa Basri belum naik, astagaaa,,, kasian sekali Basri, jauh sekali ditinggal. Pete-pete langsung berhenti. Basri bingung karena tidak melihat pete-pete. Ichal pun turun untuk memanggilnya. Pete-pete tidak bisa mundur karena berada di perempatan jalan. Setelah Basri melihat Ichal, dia langsung lari. Wah,, ternyata Basri menangis (ma’af ya Basri..!). Makanya jangan punya niat jahat sama saya, masa’ mau buang saya di daerah Bambu, akhirnya kamu sendiri yang hampir terbuang.
Hampir tiga jam perjalanan kita belum juga sampai. Kita sudah melewati penjual-penjual jeruk yang banyak di pinggir jalan. Kita juga sudah sampai di daerah Segeri. Teman-teman juga tidak ada yang bersuara karena tidak ada satupun yang tahu lokasi Padang Lampe. Yang lucunya lagi, supirnya juga tidak tau. Karena merasa sudah terlalu jauh kita terpaksa putar balik. Ichal pun turun bertanya pada para penjual jeruk, ternyata Padang Lampe sudah dilewati jauh sekali. Penjual itu bilang kalau lokasinya ada di Pantai Jeruk. Fahmi juga menelepon teman yang lain yang sudah duluan nyampe, dibilang bahwa masuk di Pantai Jeruk. Kalau dihitung-hitung, kita sudah 3 kali kita nyasar.
Kita pun masuk ke Pantai Jeruk. Banyak sekali pohon-pohon jeruk di sini. Seluruh lahan ditumbuhi oleh jeruk semua. Buahnya pun sangat besar. Ichal mau petik satu untuk main bola. Astagaaa,,,, Ichal....!!!!
Setiap pada pertigaan jalan kita selalu berhenti untuk bertanya ke warga setempat agar tidak nyasar, belok kiri atau belok kanan. Untung ada Ichal yang selalu turun untuk bertanya.
Alhamdulillah, kita sampai di Padang Lampe tepat pada pukul 15.30 sore. Dan kita langsung disuruh sholat ashar berjama’ah oleh ayah. Selesai sholat, saya langsung mencari kamar di pondokan. Saya masuk ke kamar A5 dan A6. Di kamar ini ada teman-temanku dari Farmasi semua, ternyata sudah penuh dan tidak ada yang kosong. Terpaksa saya cari kamar yang lain dan saya masuk di kamar B6. Kebetulan di kamar ini orang Bima semua, jadi saya tinggal saja di sini. Di kamar B6 itu ada saya sendiri, Ikur, Badrun, Tri, Hendi, Yudhi, Toha, Dedi dan Fendi. Setelah mendapatkan kamar, saya dan teman-teman pergi ke ruang pimpinan untuk registrasi sekalian ambil buku wirid dan sarung bantal perlengkapan tidur.
Waktu maghrib pun tiba, hari pertama masih terasa asing dengan suasana di Padang Lampe. Antrian panjang dari teman-teman yang menunggu untuk mandi. Karena terlalu lama menunggu saya terpaksa cuci muka saja. Lagian kakakku juga bilang tidak baik mandi sore-sore nanti sakit.
Setelah selesai sholat Maghrib berjama’ah, dilanjutkan lagi dengan wirid, baca surat yaa siin fadillah, berdzikir lagi sampai masuk waktu Isya. Capek dan membosankan sekali. Tenagaku terkuras habis, perutku terasa lapar sekali karena dari tadi siang belum makan. Waktu Isya pun tiba. Selesai sholat Isya tidak langsung istrahat ke pondokan, baca wirid, mendengarkan pembacaan hadist oleh ayah, sholat sunat lagi 2 raka’at. Dibaca lagi surat Al-Mulk. Kadang-kadang saya tertidur karena capek sekali.
Jam sudah menunjukkan pukul 8.10 malam, kita masih saja melakukan rangkaian ibadah. Setelah melakukan rangkaian ibadah dari tadi Maghrib-Isya, kita dipersilahkan oleh ayah untuk menikmati santapan malam di kelas masing-masing. Alhamdulillah, akhirnya makan juga. Saya pun menuju ke kelasku yaitu kelas IV (empat). Di kelasku ada 36 orang. Ada 7 orang dari Farmasi yaitu saya, A’an, Bahrun, La Ode, Muharjo, Sahar dan Wawan, selebihnya dari Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Fakultas Teknik kimia.
Ayah Ahmad sebagai wali kelas kita, masuk ke kelas untuk menunjuk siapa yang menjadi ketua kelas dan wakil ketua kelas, Basri dari FKM ditunjuk sebagai ketua kelas dan alhamdulillah saya ditunjuk sebagai wakil ketua kelas.
Ayah Ahmad sekalian membagi tugas, siapa yang ambil air minum, siapa yang angkat baki, siapa ambil air untuk cuci tangan, dan siapa yang membersihkan kelas sehabis makan. Saya dan teman-teman dari Farmasi lainya bertugas membersihkan kelas sehabis makan malam dan angkat baki untuk sarapan pagi.
Kita makan di Padang Lampe tiga kali sehari, makan malam, pagi dan siang. Makanannya sudah disiapkan oleh petugas dapur. Saya tidak tau berapa gaji yang dibayarkan oleh pihak pesantren kepada ibu-ibu yang bertugas di dapur yang setiap 3 kali sehari menyiapkan makanan untuk kita.
Itulah hebatnya di Padang Lampe, makannya gratis dan sudah disiapkan semua oleh para petugas dapur. Tinggal kita yang mengambilnya untuk dibawa ke kelas masing- masing. Dalam satu baki ada 4 porsi makanan. Jadi dalam satu baki harus ada 4 orang. Tapi saya selalu beruntung, selalu mendapat jatah 3 orang untuk satu baki. Lauk yang biasa kita makan adalah tempe goreng campur ikan karambang, telur, ikan goreng, dan kadang-kadang juga ikan ayam. Kalau sarapan pagi, lauknya harus telur ataupun tempe goreng. Karena kalau  pagi harus makan makanan yang kaya protein biar tidak cepat lapar lagi.
Kalau santap siang dan santap malam, lauknya adalah ikan goreng, kadang-kadang juga ikan yang tebal kulitnya yang paling tidak kusukai. Ada temanku yang takut sekali melihat ikan itu, apalagi memakannya. dia juga paling lama sekali makan. Orang sudah selesai semua, dia masih saja makan. Kalau ikan, dia tidak makan dagingnya, dia makan kepalanya saja. Kalau makan secara bersama semuanya akan habis juga. Aku juga tidak tau kenapa kalau makan bersama nafsu makanku meningkat. Sejelek apapun nasi dan ikannya, akan habis juga.
Kadang-kadang juga kita dikasih ikan ayam. Kita mendapat jatah ikan ayam itu 2 kali dalam seminggu. Kalau giliran ikan ayam, semuanya sibuk mencari baki yang 3 orang terutama Muharjo dan La Ode. Belum selesai orang berdo’a sudah langsung bangkit (Astagaa,,,!). tapi biarpun cepat bangkit tetap saja dapat 4 orang. Tapi kalau saya selalu dapat 3 orang dalam satu baki.
Biasanya setiap sebelum makan kita berdo’a. Karena ayah bilang kalau tidak berdo’a akan sia-sia saja apa yang kita makan, tidak ada berkahnya dan juga tidak bernilai ibadah. Dan sanksinya semuanya alpa untuk satu hari. Do’anya panjang sekali, harus mengikuti struktur do’a yaitu membaca ta’wudz, basmallah, hamdallah, sholawat, inti do’a dan penutupnya. Banyak teman-teman yang gak sabaran sekali, belum selesai berdo’a sudah langsung bangkit cari baki yang ikannya paling enak.
Selesai berdo’a kita langsung bangkit mengepung makanan. Saya makan tidak pernah menyisakkan nasi. Karena sabda Rasulullah SAW mungkin disuapan terakhir itulah makanan yang mengandung keberkahan. Tapi saya heran dengan Muharjo, cepat sekali dia makan. Orang baru makan setengah, ternyata dia sudah minum dan kembali ke tempat duduknya. Astagaaa,,,! Dia makan atau langsung menelan? Padahal orangnya kecil, mulutnya juga kecil.
Usai makan kita berdo’a lagi dan kembali ke pondokan untuk istrahat. Kadang-kadang setelah makan malam ada kuliah, biasanya praktikum ibadah dan setor hafalan wirid.
Dipondokan saya langsung tidur karena capek sekali. Aku belum berani keluar malam-malam dari pondokan. Aku juga belum mau bermain ke pondokan teman-teman sesama Farmasi, aku lebih memilih untuk istrahat dulu. Ayah juga bilang gak usah begadang terlalu malam. Ayah juga bilang kalau di Padang Lampe itu banyak sekali hantu dan jin-jin yang berkeliaran.
Dipondokanku ternyata ada gambar nenek sihir yang menyeramkan. Pernah saya dengar dari senior-senior sebelumnya yang pernah datang ke Padang Lampe bahwa nenek sihir inilah yang menakut-nakuti nanti. Karena ada kejadian tahun lalu bahwa ranjangnya digoyang-goyangkan oleh sesuatu. Sontak seisi pondokan lari keluar semua. Ayah bilang gak usah takut sama hal-hal seperti itu, yang penting jangan melakukan sesuatu yang tidak baik. Saya juga tidak terlalu takut. Kita hanya bisa takut sama Allah SWT.
Banyak orang yang kesurupan kulihat di Padang Lampe mungkin dimasuki oleh setan dan jin. Tapi semuanya itu mudah saja diatasi oleh ayah, hanya dengan membaca tasbih dan do’a-do’a lainnya sudah langsung baikan.
Malam pun semakin larut, aku pun memejamkan mataku. Baru sebentar terlelap dalam tidurku ada yang mengetuk pintu pondokanku sambil berteriak shalat,,, shalat,,, shalat,,,! Kulihat jam di HPku, wah baru jam 03.10 malam, ada apa lagi ini??. Salah satu dari temanku membukakan pintu. Ayah masuk dengan kayu besar ditangannya sambil berteriak bangun,,, bangun,,, bangun,,,! Sholat nanda,,, shalat nanda,,, shalat nanda,,,! Wah,, ternyata kita dibangunkan untuk pergi ke Masjid lagi. Kadang-kadanga aku menggerutu dalam hati.
Karena masih merasa ngantuk saya pun tertidur kembali. Belum puas memejamkan mata datang lagi ayah dengan suara yang makin keras. Dengan terpaksa saya pun bangun. Beginikah di Padang Lampe?? Setiap hari disibukkan dengan kegiatan beribadah. Hampir tidak ada waktu untuk istrahat.
Memang 10 hari pertama banyak yang mengeluh termasuk saya juga. Karena 10 hari pertama adalah fase pembersihan hati. Minggu-minggu terakhir nanti akan terbiasa untuk bangun jam 3 malam dan bisa merasakan nikmatnya beribadah. Selama kurang lebih satu bulan kita dibangunkan terus jam 3 malam. Jadi selama itu juga kita melaksanakan shalat tahajjud. Sepanjang sejarah hidupku, aku belum pernah melaksanakan shalat tahajjud terus-menerus seperti ini. Bisa kuhitung kira-kira baru 4 sampai 5 kalilah aku melaksanakan shalat tahajjud dalam hidupku.
Dengan langkah tergopoh-gopoh, kuambil sikat gigi, odol dan sabunku, sambil mengomel dalam hati, “gila sekali di Padang Lampe, lagi enak-enak tidur dibangunkan”. Ketika ku memandang keluar, busset antriannya panjang sekali. Bikin jengkel saja. Sekali-kali aku langsung menerobos saja karena lama sekali antriannya.
Usai berwudhu kuambil sarung langsung berangkat ke Masjid. Ternyata masjid telah dipenuhi oleh teman-teman peserta pencerahan kalbu. Aku paling tidak suka berdiri di shaf terakhir, diberanda dan dipelataran masjid karena sabda Rasulullah SAW “sejelek-jeleknya shaf bagi laki-laki adalah shaf yang terakhir dan sebaik-baiknya shaf bagi wanita adalah shaf yang paling terakhir”.
Kucari celah-celah shaf kosong yang ada di depanku dan langsung kuisi. Sholat tahajjud sudah dimulai. Kita melakukan shalat tahajjud sebanyak 8 raka’at setiap 2 raka’at satu kali salam dan ditutup dengan witir 3 raka’at.
Selama shalat tahajjud banyak sekali teman-temanku yang ngantuk. Ya memanglah, itu sudah merupakan hal yang manusiawi. Kita yang sudah terbiasa bangun jam 7 pagi ternyata dibangunkan jam 3 dini hari. Kitapun melaksanakan shalat tahajjud dengan rasa ngantuk sekali tanpa konsentrasi pada bacaan, apalagi bacaan imam sangat panjang sekali. Tapi kalau diimami sama ustadz pengajar syari’ah saya tidak akan merasa ngantuk, karena lantunan bacaan ayatnya sangat fasih dan begitu menyentuh hati.
Usai shalat tahajjud, kembali ke halaqah untuk setor hafalan surat-surat pendek sampai masuk waktu subuh. Untuk bisa lulus sebagai peserta pencerahan kalbu, maka diwajibkan untuk menghafal minimal 20 surat pendek pada juz 30. Dan alhamdulillah saya bisa melewatinya.
Waktu shalat subuhpun sudah masuk, kita kembali lagi ke shaf-shaf untuk mengatur barisan melaksanakan shalat subuh secara berjamaah. Saya memperbaharui air wudhuku untuk menyegarkan kembali muka yang masih sangat ngantuk.
Sebelum melaksanakan shalat subuh, kita dianjurkan terlebih dahulu mengerjakan shalat sunah. Karena shalat sunah bagi padang lampe itu adalah wajib. Semua yang sunah-sunah harus dikerjakan. Hari-hari pertama, kita masih disuruh-suruh  untuk mengerjakan sholat sunah, belum ada inisiatif sendiri. Maklumlah, hati kita masih diselimuti oleh debu-debu yang mesti dibersihkan.
Usai shalat subuh, langsung dilanjutkan dengan zikir. Karena tidak ada shalat sunah setelah shalat subuh. Zikirnya pun sangat lama sampai pagi, sampai sang surya menampakkan sinarnya yang kuning kemerahan. Saat berzikir tak sedikitpun hatiku larut dalam zikir tersebut, yang seharusnya orang akan menangis bila sedang melakukan zikir.
Usai zikir, matahari sudah muncul di ufuk timur. Kita belum juga diizinkan kembali ke pondokan ataupun kelas untuk sarapan. Karena masih ada lagi ibadah yang harus dilaksanakan yaitu shalat dhuha. Ayah bilang bahwa shalat dhuha ini dapat mempermudah dalam mencari rezki Allah SWT.
waktu sudah menunjukan pukul 7 kurang 15, barulah kita diizinkan ke kelas masing-masing untuk menyantap sarapan yang sudah disiapkan, alhamdulillah,,,,!!! Kitapun kembali ke kelas masing-masing untuk menyantap sarapan. Sebelum makan tidak lupa kita membaca do’a. Kadang-kadang saya juga yang memimpin do’a sebelum makan.
Setelah selesai makan kita langsung kembali ke pondokan, untuk membersihkan tempat tidur, mandi dll. Karena sebentar lagi kita harus kembali ke kelas masing-masing untuk kuliah menerima materi dari ayah. Kita kuliah dari jam 09.00 sampai waktu dzuhur tiba. Habis shalat dzuhur kita makan siang.
itulah suasana di Padang Lampe, selama 30 hari dipenuhi dengan aktivitas ibadah. Hanya pada siang hari yaitu dari jam 1sampai jam 3 kita beristirahat....... to be continued...........